Jumat, 23 Januari 2009

Kaya


Sekali lagi, bayang-bayang masa depan kembali menggusur berserah diri dan rasionalisasiku tentang limit dunia-akhirat. Semua kembali menyeruak tak kompromi, bahkan tanpa sempat aku gelisahkan ulang. Bombardir seriusnya melesakkan ketidakmampuanku dalam menggusur mental ketidakmampuan yang selama ini terlalu betah nangkring di otakku. Prinsip, terasa sangat prinsipiil. Logis, sangat mengoyak, dan seperti perlu untuk mengeksekusiku pelan-pelan tapi juga sangat pasti. Aku dibawa sepantaran, bahwa aku perlu naikkan bargain spekulasiku, memilih atau pecundang; selamanya.

Kalau aku pusing soal kebelumsiapanku menyentuh hari esok, barangkali itu bukan hal baru. Ia adalah persoalan kecil yang terasa besar karena memang belum terjamah. Semua hal terasa rumit dan aneh. Penasaran dan menawarkan kerja ekstra. Tak sesekali pula menyusup keraguan. Ya, aku selalu ragu. Entah karena faktor kalkulasiku atau memang niscayanya keraguan. Sebab, tak ada yang pasti kecuali ketidakpastian itu. Yang tidak meragukan adalah ketidakraguan itu, begitu kata Al-Ghazali. Ada saat bahkan aku ingin menghilang. Tak bersentuhan sama sekali. Purna.

Masa depan memang menuntut banyak hal. Dan sebenarnya, bukan kalkulasiku yang matematis atau mungkin sekadar bicara opportunity an sich. Sebab, aku yakin, sampai kapan pun, aku tak akan sanggup menyelesaikan hitunganku tentang cita-cita dunia atau bahkan semua hal tentang surga, dan efek dunia buat surga atau… apa sajalah. Semua cepat berujung dan sangat bisa dikriteriakan meski tak sedetail mungkin. Setidaknya, masa depan versi umum sudah cukup menjawab kejengahanku akan quo-nya masyarakat, kondisi masyarakat yang aku maksudkan; terlalu evolutif.

Aku lebih mempersoalkan kemampuan maknawiku dalam kuantitas; dalam berhitungku. Sedapat itukah semuanya kupahami seiring kalkulasiku tentang hidup. Artinya, aku perlu untuk sinergikan semua ukuranku dengan makna. Persepsiku perlu konvergen dengan materialisasi pikir yang mungkin terlalu sekuler untuk diperdebatkan. Agar, tentu saja, aku bisa lebih memaknai kehakikian dunia yang terang-terang... hanya sebentar.

Entah, agaknya hanya persoalan kebingungan sesaat. Galau yang butuh sentuhan baru. Sensasi, hal baru atau mungkin, sekadar modifikasi sayang.

Belakangan, aku pusing memetakan target. Hal yang akan kucapai pada bulan-bulan terakhir. Target tentang kaya dan kebahagiaan… bersamaan.

7 komentar:

Anonim mengatakan...

KAYA.. impian semua orang kali ya mas?
tapi yang penting tuh KAYA HATI, biar bisa bahagia dan hidup tenang di dunia dan akhirat.
sepakat??

arifgiyanto mengatakan...

Harusnya bukan sepakat... tapi, "Betul?!" (gaya Aa' Gym). Wakakak!!

arif setyo mengatakan...

Kamis, 15 Mei 1969. Sumitro Djojohadikusumo berkata pada Gie dan Sjahrir “Bahwa dalam suasana yang kacau tidak menentu, tugas kita adalah mencari beachhead* untuk penyerangan-penyerangan lebih lanjut. Kalau ada kemungkinan 70:30 kita harus berani ambil resiko. Yang diperlukan adalah tindakan-tindakan konkret. Biarpun kecil asal sasarannya strategis, akan punya pengaruh yang bergelombang”. (Soe Hok Gie, Catatan Seorang Demonstran)

Pak Moeljo Kurniawan di Malang dan Pak TO Suprapto di Godean telah merintis beachhead mereka selama puluhan tahun dan hingga sekarang, mereka masih mengembangkannya. Somad di Magetan dan Antok di Tangerang telah menemukan beachhead mereka. Dan aku yakin masih banyak lagi orang-orang seperti mereka di negeri ini, (apapun approach mereka) yang berharap dan berusaha untuk mengubah keadaan menjadi lebih baik.

Sampai detik ini aku masih berkesimpulan bahwa tujuan hidup di dunia, dengan ridha NYA, adalah untuk mendapatkan: welfare, happiness, dan useful. Satu kalimat yang sampai sekarang masih aku ingat dari guru kelas 4 SD ku “rif, dadi uwong kuwi yen iso migunani marang liyan”. Dan yang punya blog ini pernah bilang “bim, hal yang paling membahagiakan adalah ketika kita dapat membantu orang yang sedang membutuhkan”.

menjadi kaya, bahagia dan berguna, itu tujuan....

*pangkalan yang dibuat oleh pasukan-pasukan pendarat sebagai basis untuk menyerang selanjutnya

arifgiyanto mengatakan...

Aku lebih suka menyebutnya, Operasi Khusus. Agenda-agenda yang tidak tampak di permukaan, tapi signifikan.

Ning ra payu-payu!! Huaaaaaa!!!!

fitrizone mengatakan...

Bingung dan ragu-ragu kayaknya dah jadi penyakit kronis buat "arieph"...apalagi soal membuat keputusan...duh...bisa dibilang masih payah...tapi apapun itu memang perjuangan mesti dilanjutkan, meski hanya sekedar meminimalkan kebingungan dan keragu-raguan hingga pada suatu saat keputusan mantap didapat...

Anonim mengatakan...

kalau saya 'kebahagiaan' dulu. baru 'kaya'. kebahagiaan itu kadang sederhana dan gak butuh banyak duit.

"Bergerak Bersama Selamatkan Indonesia" mengatakan...

kaya sah2 aja,,,,,,,,yang penting ga kaya monyet aja!!!!!!!!!!!!!!!